Oleh: Suryokoco
Dari Hati untuk Bumi Kelahiran: Semangat FIKT dalam Gerakan Koperasi
Malam itu ( 21 Mei 2025) , melalui layar Zoom, ratusan wajah Temanggungan dari berbagai penjuru muncul satu per satu. Ada yang dari desa, ada yang dari kota, ada pula yang sedang berada di luar negeri. Mereka datang membawa satu semangat: menyumbang pikiran untuk kampung halaman. Forum Ikatan Kadang Temanggungan (FIKT) menyelenggarakan agenda bertajuk NGUMPUL TEMANGGUNGAN, kali ini mengangkat tema Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), sebuah kebijakan strategis dari pemerintah pusat yang sedang hangat di tengah masyarakat desa.
Sebagai Sekretaris FIKT, saya merasa terharu sekaligus terpanggil. Sudah lama kita rindu ruang dialog lintas generasi, lintas sektor, dan lintas lokasi yang bisa menyatukan gagasan demi kemajuan Temanggung. Ngumpul malam itu bukan hanya temu kangen. Ia adalah momentum membangun narasi baru tentang desa.
Menyibak Peluang dan Menyikapi Risiko: Apa itu KDMP?
Koperasi Desa Merah Putih adalah kebijakan nasional berbasis Inpres No. 9 Tahun 2024. Intinya: memberi akses pinjaman hingga Rp3 miliar kepada koperasi yang dibentuk oleh desa, melalui dukungan bank-bank BUMN (Himbara). Tapi saya sampaikan sejak awal—ini bukan hibah. Ini pinjaman. Ini tanggung jawab bersama.
Saya paparkan data: dari 289 desa/kelurahan di Temanggung, 283 telah tersosialisasi, dan 235 sudah menyelenggarakan Musyawarah Desa membahas pembentukan koperasi. Artinya, kita tidak kekurangan semangat. Tapi semangat saja tidak cukup. Kita butuh pemahaman mendalam, kapasitas pengurus, dan ekosistem pendukung agar koperasi ini bukan hanya lahir, tapi bisa tumbuh sehat.
Suara-suara dari Temanggung: Asa dan Kegelisahan
Forum ini bukan ceramah satu arah. Justru kekuatannya ada pada pertukaran pandangan. Pak Entargo dari Dinas Koperasi Temanggung menjelaskan bahwa KDMP bersifat serba usaha. Bisa bergerak di bidang pertanian, distribusi pupuk dan LPG, kesehatan, hingga logistik. Tapi ia juga mengingatkan pentingnya kapasitas SDM dan keberadaan tim pendamping.
Mas Adi Wiratmo menyoroti masalah honor pengurus koperasi yang sering belum jelas, sementara tanggung jawabnya besar. Ia khawatir, jika tidak dikelola profesional, koperasi akan jadi beban. Sementara itu, beberapa peserta juga mengangkat isu kesalahpahaman masyarakat antara dana desa dan dana koperasi, yang bisa menimbulkan konflik.
Saya sendiri melihat bahwa ini adalah momen edukasi. Kita perlu memperkuat literasi keuangan, memahami perbedaan antara APBDes dan keuangan koperasi, serta memastikan ada transparansi dalam semua tahapan.
Diaspora Punya Tempat: Kolaborasi Tanpa Batas
Salah satu hal paling menggembirakan malam itu adalah kehadiran teman-teman diaspora Temanggung. Mas Sulistyo Anjasmoro, yang baru pulang dari kerja di kapal luar negeri, menyampaikan gagasannya tentang penguatan ekonomi desa berbasis pertanian modern dan pemasaran digital. Ia berharap koperasi bisa menjadi pusat inovasi, bukan sekadar tempat simpan pinjam.
Saya sepakat. Teman-teman yang merantau membawa pengalaman, jejaring, bahkan teknologi. Koperasi seharusnya membuka ruang bagi mereka untuk berkontribusi—mulai dari pelatihan online, investasi gotong royong, hingga branding produk lokal ke pasar global.
FIKT hadir sebagai jembatan. Kami percaya, walau jasad terpisah oleh jarak, hati tetap satu dalam ikatan Temanggungan.
Tumbuh dari Bawah: Peran Komunitas dan Pendamping Desa
Koperasi tidak bisa hanya dikerjakan oleh segelintir elite. Ia harus menjadi gerakan komunitas. Di sinilah peran pendamping desa dan pegiat lokal sangat krusial. Mereka adalah penggerak Musyawarah Desa, fasilitator pelatihan, hingga penjaga semangat di lapangan.
Saya membayangkan: Temanggung bisa jadi percontohan nasional jika seluruh ekosistemnya bergerak serentak. Dari desa, dinas, komunitas, diaspora, hingga sektor swasta lokal. Semua punya peran. Semua bisa menyumbang, bukan hanya uang, tapi juga pikiran dan waktu.
Untuk itu, FIKT akan mengusulkan pelatihan daring tentang koperasi desa, menyiapkan forum konsultasi, dan membuka rubrik khusus di media komunitas agar cerita-cerita baik dari lapangan bisa disebarluaskan.
Menuju Masa Depan: Dari Dialog ke Gerakan Nyata
Pertemuan NGUMPUL TEMANGGUNGAN malam itu adalah titik berangkat. Ini belum sempurna. Tapi ini nyata. Kami menutup sesi dengan menyepakati beberapa tindak lanjut: pelatihan koperasi dasar, kampanye literasi keuangan, pendokumentasian proses, serta pemetaan jejaring diaspora.
Koperasi Merah Putih bukan sekadar lembaga ekonomi. Ia adalah simbol harapan. Harapan bahwa desa bisa mandiri tanpa kehilangan akar budaya. Harapan bahwa kita bisa saling percaya dan membangun bersama.
Sebagai Sekretaris FIKT, saya undang semua kadang Temanggungan, di mana pun berada, untuk ikut bergerak. Mari menjadikan koperasi ini bukan sekadar program pemerintah, tapi gerakan rakyat. Gerakan yang lahir dari desa, untuk desa, dan demi desa.
Tautan dokumentasi video diskusi: https://www.youtube.com/watch?v=jBsSjzkD-l0
Penulis:
Suryokoco
Sekretaris Forum Ikatan Kadang Temanggungan (FIKT)
Sumber Berita: https://desamerdeka.id/ngumpul-temanggungan-membangun-harapan-melalui-koperasi-merah-putih/